Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Masukan Buat Pak Kadis Pendidikan Aceh, Soal Vaksin Siswa, Maaf Pak Bila Keliru!

Perkenalkan saya guru SD di salah satu sekolah muhammadiyah dibireuen pak Kadis Alhudri. Saya masih ingat pertama jumpa pak hudri di aula sekdakab lama di Bireuen. Bapak membuka sebuah acara. Sebelumnya beberapa kali ke kantor dinas bapak, saya hanya berjumpa dengan kabid dan staf.

Mulai kemaren bapak menjadi tranding topik. Nama pak hudri disebut dimana-mana. Ada yang membela ada yang mengkritik ada juga yang menanggapi sangat keras. Dari pejabat, DPR, aktivis pendidikan dan sampe ibu-ibu rumah tangga. Dengan komentar yang beragam.

Kemaren saya memilih menulis candaan, walau sebenarnya saya ingin memberi pesan singkat. Kalau orang aceh itu sulit kalau ditekan. Karena terlalu keras kehidupannya. Kita pernah mengalami konflik yang berkepanjangan. Lebih baik saya berpesan orang aceh itu didekati dengan cinta dan kasih sayang, contohnya siswa yang divaksin diberi hadiah biar lebih semangat. Kata nabi pak "Memberi itu akan dicintai" apalagi diberi hadiah ya pak?

Alhamdulillah saya sudah vaksin 2 kali. Sebagai bentuk ikhtiar dalam keadaan sadar dan tidak ada paksaan. Saya juga berhasil mendakwahkan teman-teman guru sebanyak 87 guru untuk vaksin bersama saya dihari yang sama. Saya juga membantah kabar hoax soal vaksin.

Dimedia pak hudri mengultimatum kepala sekolah SMA/SMK dan SLB supaya segera untuk vaksinasi siswa sampai batas terakhir 30 September 2021. Begitukan pak?

Kemudian pak hudri menyebut, "Ini saya tegaskan kepada kepala sekolah SMA, SMK dan SLB, jika tidak mampu maka saya persilahkan mundur saja," kata pak Alhudri di hadapan kepala sekolah SMA/SMK dan SLB saat mendampingi Sekda Aceh, dr. Taqwallah, M.Kes di SMKN 2 Blang Kejeren, Kabupaten Gayo Lues. Pada hari minggu lalu (19/Sept/2021).

Melalui tulisan ini saya memberi beberapa masukan. Ini masukan dari guru SD pak. Minta maaf kalau masukan saya keliru. Saya tidak memilih diam, karena takut posisi saya hilang atau bantuan bapak hilang. Toh saya cuma guru sekolah dasar. 
Begini pak masukannya pak

1. Bapak lebih hati-hati lagi saat berkomentar didepan awak media. Karena ucapan seperti kemaren bisa ditafsirkan berbeda-beda. Maklum pak ini era literasi digital. Semua bisa heboh. Bapak atur bahasa lebih santun lagi dan berhati-hati lagi. Karena bapak adalah pejabat publik di tambah dengan kadis pendidikan. Kalau saya guru SD pak, gak di openpun sama orang, apapun komentar saya. Kecuali murid-murid saya disekolah. Itupun anak-anak SD aja. Beda pesona kita pak.

2. Semuanya perlu proses pak, termasuk soal vaksin. Ada tahapan yang harus dilalui. Masyarakat perlu diedukasi soal vaksin. Ditengah kabar hoax yang semakin mengerikan. Siswa juga diedukasi, dengan berbagai macam cara. Proses ini butuh waktu. Orangtua juga perlu disosialisasi. Kita aceh beda pak. Apalagi yang tinggal di pesisir dan perkampungan. Apa-apa yang mereka belum paham. Kemudian di wajibkan. Nah ini akan timbul masalah pak. Imunisasi saja yang program rutin dinas kesehatan pak untuk murid SD disekolah kami, hanya berhasil 20%, apalagi vaksin covid pak. Beritanya macam-macam. Ada teman saya sarjana pak, udah dewasa, pintar dia tapi sebelum vaksin 7 buah air kelapa dia minum pak. Setelah vaksin dia minum lagi 7 buah lagi, sangking takutnya.

3. Siswa yang mau suka rela di vaksin diberi hadiah, diberi reward, jangan punishment. Kita trauma masa konflik pak. Dengan pendekatan ini mungkin akan berbeda. Karena kalau kata orang tua aceh dulu. "Nyoe hana teupeh boh kris jeut ta raba. Tapi nyoe ka teupeh bu tamah hana geu peutaba". Dalam pak kalimat itu.

4. Selain vaksin ada yang lebih penting lagi. Mungkin ini momen pak. Bapak harus bekerja keras lagi untuk meningkatkan mutu pendidikan Aceh. Kita masih tertinggal jauh pak. Guru-guru kita kurang motivasi mengajar. Kemampuan guru masih perlu diasah seperti saya pak. Kepala sekolah minum ilmu managerial. Guru harus disejahterakan lagi. Itu PR bapak. Guru-guru honor yang ikhlas mengajar tapi tak mampu membiayai keluarganya. Siswa kita masih banyak yang tatapan kosong. Krisis masa depan dan cita-cita. Belum lagi kampus-kampus di aceh harus memproduksikan sarjana-sarjana yang handal. Bukan menghasilkan para pengangguran.

Saya memilih tidak menyalahkan bapak. Saya hanya memberi masukan. Mana tau bapak bisa pakai. Terima kasih pak


Rizki Dasilva
Guru SDIT Muhammadiyah Bireuen