Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Batu Di Perut Nabi Muhammad Saw

BATU DI PERUT RASULULLAH 

Ada banyak kisah keteladanan pada diri Rasulullah yang diceritakan turun temurun oleh orang tua dan guru-guru kita. Di antara kisah-kisah itu, tentu ada satu atau dua kisah  yang istimewa dan melekat kuat dalam memori hingga saat ini. Begitu pula saya, walaupun sudah membaca Shirah Nabawiyah yang dulunya menjadi buku wajib di pengajian kami saat menjadi mahasiswa, namun cerita-cerita yang diceritakan oleh orangtua dan guru-guru saya di waktu kecil, itulah yang enggan pergi dari ingatan dan sangat berkesan. 

Malam itu, kira-kira 26 tahun yang lalu, ayah, ibu dan adik-adik saya duduk melingkar di atas gelaran tikar pandan untuk makan malam, diterangi lampu petromaks. Petromaks adalah sejenis alat penerangan (lampu) yang menggunakan bahan bakar minyak tanah dan dalam menyalakannya dibantu dengan spiritus. Rumah kami belum memiliki aliran listrik. 

Saya makan dengan tidak berselera. Saya ingat sekali, malam itu ibu memasak bayam. Bayam adalah sayur yang kurang saya sukai. 
"Makanlah dengan sungguh-sungguh, jangan ogah-ogahan begitu!" seru ayah. Tetap saja, saya tidak mampu memakannya dengan lahap.  

Usai makan, ayah menceritakan suatu kisah. Suatu malam, Rasulullah mengimami salat isya. Para sahabat yang menjadi makmum Rasulullah saat itu mendengar suara aneh dari perut Nabi. Suara itu terdengar jelas saat rukuk dan sujud. Seusai salam, para sahabat saling pandang dan kebingungan mempertanyakan apa yang terjadi dengan Rasulullah.

Dalam kebingungan itu, Umar bin Khatab memberanikan diri bertanya pada Rasul, Wahai Rasulullah, apakah Anda sedang sakit?
Tidak, jawab Rasul.

Jawaban tersebut tidak membuat Umar puas. Beliau melanjutkan pertanyaannya, tetapi wahai Rasulullah, saat salat tadi kami mendengar seperti ada bunyi sendi yang saling bergesekan dari tubuhmu.

Tidak, aku tidak sedang sakit, Rasul terus mengelak.

Para sahabat yang masih belum yakin terus mencerca pertanyaan yang serupa untuk memastikan keadaannya. Rasulullah yang terdesak akhirnya mengakui bahwa dirinya sedang tidak baik-baik saja.

Betapa terkejutnya para sahabat saat melihat apa yang ada di balik jubah Rasulullah SAW. Saat dibuka, dari balik kain di perut Nabi terdapat batu-batu kecil yang digunakan untuk mengganjal perutnya yang lapar. 

Mengingat kisah ini, seharusnya kita sangat berhati-hati dalam menghadapi makanan. Janganlah seenaknya membuang hanya karena sudah kenyang atau tidak suka. Masaklah secukupnya dan makanlah dengan bersahaja. 

Apa kata Rasul setelahnya? 
"Biarlah rasa lapar ini menjadi hadiah istimewa bagiku, asalkan umatku tidak kelaparan di dunia apalagi di akhirat."

Subhanallaah...

Ya Nabi salam 'alaika..

Begitu berat penderitaan yang engkau tanggung 
Begitu khawatirnya engkau akan kami 
Begitu belas kasih engkau kepada kami 
Kami rindu, ya Rasulullah 
Sungguh kami rindu...

Penulis : Ismi Marnizar, 
Catatan 12 Rabiul Awal