Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Toko Buku "Orang Kaya"

Setiap anak punya hak untuk disenangkan. Itu yang saya pahami, walaupun sedikit merasa rugi setiap kali berkunjung kemari. Bagaimana tidak, satu permen lolipop warna warni dihargai sepuluh ribu rupiah, sedangkan di kedai lain, sepuluh ribu rupiah bisa kita dapatkan sebanyak lima butir permen yang sama.
Toko Buku "Orang Kaya"

Sejauh ini, kedua anak saya sangat mencintai buku. Mungkin bukan hanya buku, tapi toko bukunya sekaligus. Saya mampu menangkap binar bahagia dari mata mereka sewaktu berjalan-jalan mengelilingi deretan rak buku di dalam toko ini, menghirup aromanya sambil membolak-balikan cover depan dan belakang sekadar mengecek harganya. Inilah alasannya, mereka kurang tertarik membeli buku secara online walaupun harganya jauh lebih murah, karena pengalaman berjalan-jalan, menyentuh dan mencium aromanya tidak dapat mereka rasakan. Buku, ya! Buku!

Dalam setahun, kami hanya berkesempatan sekali mengunjungi toko buku (yang katanya) terkeren di Banda Aceh saat ini. Sepanjang tahun, kedua anak saya menabung demi satu tujuan, bisa mengunjungi dan membeli buku di sana pada momen liburan akhir tahun.

Seringkali, saya merasa "sayang" menghabiskan uang ratusan ribu dalam waktu satu jam demi membeli buku-buku yang mereka pilih, meskipun itu uang tabungan mereka sendiri.

"Meudéh ka glah keu breueh dua boh ampang,"

"Meudéh ka sép keu pulsa listrek meu dua beuleuen,"

Begitulah bisikan-bisikan dalam hati saya setiap kali menyerahkan sejumlah uang kepada kasir. Tapi, sekali lagi, inilah kesenangan anak-anak. Mereka tidak minta ke Taman Hiburan, mereka tidak minta jalan-jalan jauh, mereka tidak pernah minta dibelikan mainan mahal, mereka hanya sangat bahagia jika dapat membeli buku dan membacanya berhari-hari, berbulan, bertahun, berulang-ulang.

"Semuanya Lima ratus empat puluh ribu tujuh ratus lima puluh rupiah, Bu," Kasir merobek struk invoice-nya.

Saya menyerahkan uang senilai lima ratus empat puluh ribu lima ratus rupiah, kebetulan ada uang koin lima ratus rupiah dalam dompet.

"Maaf, Bu, masih kurang dua ratus lima puluh rupiah," sambung Kakak Kasir lagi.

Ai, Mak, ratusan ribu kita belanja, dua ratus lima puluh pun tak boleh kurang?

Tanpa banyak debat, saya mengambil kembali koin lima ratus dan menukarnya dengan lembaran seribu rupiah.

Selesai memasukkan buku ke dalam paper bag dan menyerahkan pada saya, ia mengeluarkan uang kembalian,

"Maaf ya, Bu, cuma ada kembalian lima ratus rupiah,"

"Masih kurang ini dua ratus lima puluh, Kak."

Emang dia aja yang bisa protes?

"Maaf, ya, Bu.. tidak ada koin dua ratus lima puluh. Terima kasih sudah belanja ya, Bu... "

Dan yang lebih lucu, sebiji permen pun tak dikasih pengganti dua ratus lima puluh yang kurang. Ah, pelit banget! Gaya doang.

Keu awak nyan h'anjeut kureueng.

Nyo keu tanyoe galak-galak awaknyan aju. Sabab iteupeue bucin teuh, adak i teupuek-teupuek teutap h'ana teurasa. Pasti ta gisa lom, ta gisa lom.

Saban cit lagèe kontak jéh, lheueh ta blokir pasti tabuka lom, tabuka lom. Hallaah..

SUMBER: FACEBOOK ISMI MARNIZAR